Sisa-sisa suasana Natal masih sangat terasa di Strasbourg saat saya berjalan di Platz d’Austerlitz menuju ke tempat penginapan. Biasanya saya suka mempelajari peta dan mencari photo-photo bagian kota yang akan didatangi sehingga saya menjadi familiar dan tidak kesasaran. Tetapi entah mengapa untuk Strasbourg saya melewati kebiasaan itu karena hanya bermaksud untuk tempat singgah barang semalaman. Sebenarnya ada satu kota kecil di dekatnya yang bernama Colmar yang masuk ke dalam daftar tujuan perjalanan impian.
Tetapi mulut saya ternganga begitu jalan yang berkelok terbuka dan memperlihatkan pemandangan tepi sungai yang sangat menakjubkan. Terus terang saya tidak pernah menyangka kalau kota ini begitu indah menawan tiada terkatakan. Sangat menyenangkan untuk menikmati hari dengan menyusuri Quai Saint-Nicolas dan Quai des Bateliers dengan gedung-gedung apik yang ada di sebelah kiri dan kanan. Apalagi dengan pemandangan Palais Rohan yang ada di seberang, yang ditaburi dengan lampion berbentuk bintang-bintang bagaikan tengah dirubungi oleh jutaan kunang-kunang.
Strasbourg yang sekarang termasuk ke dalam wilayah Prancis ini telah beberapa kali bolak-balik berpindah tangan. Kota yang berada di dekat perbatasan dengan negara Jerman ini terhitung empat kali berganti kekuasaan sejak abad pertengahan. Terakhir adalah Hitler dengan tentara Nazi yang mengambil alih tetapi oleh tentara sekutu kembali direbut dan dibebaskan. Sehingga tidak heran kalau masyarakat di sini dan juga bentuk arsitektur bangunannya mempunyai campuran dua kebudayaan.
Strasbourg dikenal sebagai Capitale de Noel dengan suasana Christkindelsmarik atau pasar malam menjelang Natal yang tertua di Eropah yang sangat spektakular. Merupakan tradisi yang sudah berusia 450 tahun, sayang saya datang agak terlambat karena ratusan toko-toko yang memenuhi pelataran Platz Kléber sudah mulai dibongkar. Yang tinggal hanya pohon Natal indah yang tinggi menjulang dengan pertunjukan musik yang dimulai ketika lonceng Katedral mulai berdentang dengan suaranya yang menggelegar. Perlahan menyusuri jalanan yang terbuat dari susunan bebatuan yang tetap terjaga kerapiannya, berselisihan dengan orang-orang yang mengayuh sepeda dengan sabar.
Dan mulut saya lebih ternganga lagi ketika melangkah di jalanan setapak menuju Cathédrale Notre Dame de Strasbourg di mana banyak bangunan yang dihiasi dengan puluhan boneka beruang. Diterangi oleh lampu hiasan di sepanjang jalan, saya terpana melihat indahnya rose-window gereja yang tinggi menjulang. Lamat-lamat terdengar suara pemusik jalanan yang memainkan La Vie en Rose, sehingga suasana menjadi terasa teramat syahdu yang akan selalu dikenang. Semuanya menjadi semakin lengkap dengan duduk di depan sebuah café ice cream Amorino sambil menyendok sedikit demi sedikit gelato yang emang endang mbambang.
Tabik.
B. Uster Kadrisson