Sejak kecil saya memang sudah tercekoki dengan berbagai informasi tentang kebudayaan kuno yang tersebar di seluruh dunia. Ayah memperbolehkan saya untuk berlangganan majalah National Geographic edisi bahasa Inggris yang sengaja dikirimkan dari Singapura. Sangat membuka imajinasi saya saat membaca tentang kehidupan orang jaman dahulu seperti bangsa Mesir pada saat mereka membangun piramid di dataran Giza. Atau jutaan manusia yang dipaksa dalam mendirikan Tembok China atau bayangan suasana mencekam saat terjadi perang Troya.
Tumpukan batu-batu besar dalam bentuk lingkaran yang berada di Salisbury, Inggris merupakan salah satu dari bagian daftar obsesi. Struktur yang disebut Stonehenge ini diperkirakan berusia sekitar 5 ribu tahun atau mungkin juga lebih. Tidak ada yang tahu persis bagaimana caranya batu-batu ini diberdirikan karena tumpukan yang melintang di bagian atas beratnya setara dengan ratusan ekor sapi. Mengenai kegunaannya diperkirakan untuk tempat upacara pemujaan karena garis-garis dan lingkarannya persis dengan arah terbit matahari pada akhir musim gugur dan awal musim semi.
Adik saya yang sudah pernah menyaksikan, dari awal sudah mewanti-wanti kalau saya akan kecewa karena di sana tidak ada apa-apanya. Karena jarak yang jauh dari London sekitar 2 jam perjalanan, dia menyarankan untuk ikut tour saja supaya lebih mudah. Walaupun sedikit agak mahal tetapi mendapat bonus tambahan untuk mengunjungi Bath, lokasi tempat permandian umum pertama yang ada di dunia. Dasar keras kepala, saya tetap memutuskan untuk pergi kesana dengan berjalan sendiri menumpang kereta.
Dari stasiun Waterloo di London saya naik kereta ke Salisbury yang akan bertukar di Basingstoke karena tidak ada jalur yang langsung. Selama menunggu di stasiun, lagu Waterloo yang pernah diinyanyikan oleh grup asal Swedia, ABBA terus menerus saya putar dan berdengung. Walaupun sistem perkereta-apian di Inggris sudah termasuk kuno dan advance tetapi harga tiket masih mahal dan sangat melambung. Makanya saya lebih senang keluyuran di Italy karena dengan harga tiket round-trip dari Manchester ke London saja, saya bisa menjelajahi negara spaghetti dari ujung ke ujung.
Di luar stasiun Salisbury, sudah menunggu sebuah bus khusus yang akan mengantar ke lokasi dengan berbagai pilihan harga. Yang termurah seharga 17 pounds yaitu perjalanan roundtrip yang membawa ke sana dengan menempuh waktu sekitar 20 menit saja. Ternyata itu cuma sampai ke visitor center dan untuk masuk melihat batu harus membayar 20 pounds lagi dengan alasan untuk pengumpulan dana. Dan masih harus berjalan kaki selama 20 menit sedang kalau ikut tour telah ada bus khusus yang tersedia.
Alasan mengapa visitor center sebagai pintu gerbang terletak jauh dari lokasi adalah karena di daerah sekitar masih banyak yang perlu untuk diekskavasi. Mereka tidak mau kalau pembangunan settlement nanti akan merusak situs yang diperkirakan masih banyak tersembunyi. Dengan jutaan pengunjung yang datang setiap tahun, daerah ini mendapat suntikan dana trilyunan rupiah tetapi tidak terlihat menjadi sesuatu yang berarti. Sebenarnya onggokan batu bisa terlihat dari jalanan umum yang berada sekitar 300 meter dari lokasi tetapi daerah tersebut dijaga oleh polisi dan tidak diperbolehkan untuk berhenti.
Banyak teori dan cerita rakyat tentang asal muasal kumpulan batu-batu ini diantaranya yang menyangkut kisah Merlin, si penyihir pada jaman King Arthur. Dia yang dikabarkan mendirikannya kembali setelah yang sebelumnya rusak dan hampir hancur. Restorasi dan rekonstruksi pertama dilakukan pada tahun 1920 karena batu yang melintang di bagian atas pernah terjatuh saat badai dahsyat datang menggempur. Kalau menurut saya ini sepertinya kerjaan si Hermione Granger yang dengan menggunakan kalung mesin waktu dan dengan mantra Wingardium Leviosa, batu-batu besar bisa terangkat dan diatur.
Mendung menggelantung di langit dan saya sudah khawatir kalau sewaktu-waktu hujan akan tercurah. Karena lokasi dimana batu berada terletak di dataran luas yang kosong dengan beberapa pepohonan yang tanpa daun serta tidak ada tempat untuk berlindung barang sementara. Benar seperti yang dikatakan oleh adik saya, tumpukan batu tidak mengundang decak kagum, rasanya candi Borobudur jauh ratusan kali lebih megah. Hanya sebentar saja berada disana dan hujan lebat turun ketika saya singgah kembali di Salisbury, sebuah kota kecil yang cantik untuk makan malam mewah sebagai pengobat rasa kecewa.
Tabik.
B. Uster Kadrisson