Home > Lain-lain > Ad Hominem.. (jilid tiga)

Ad Hominem atau yang nama lainnya adalah pembunuhan karakter, adalah cara melawan dengan mengungkapkan data-data yang tidak berhubungan sebenarnya dengan persoalan yang sedang diperbincangkan di masyarakat awam. Kadang-kadang adalah sesuatu yang penting untuk mencari tahu tentang latar belakang seseorang yang sedang berbicara, apalagi kalau suaranya terdengar nyaring dan berdebam-debam. Kalau dia seseorang yang jujur dengan latar belakang yang bersih akan membuat pemirsa semakin salut dan menaruh hormat, berusaha untuk mengerti dan paham. Tetapi jika hanya memakai topeng berwajah manis sebagai penutup borok, alamat akan habis jatuh terjerembab dan ramai-ramai dirajam.

Korban terbaru adalah si dokter pansos alias celebrity wannabee, yang kadang berambut warna abu-abu atau merah bagaikan terbakar api virus Karonah. Selama beberapa hari orang-orang memuji karena tindakannya yang membantu penyediaan pakaian perlindungan untuk para petugas medis serta mengadakan aksi penggalangan dana. Setelah ikutan masuk tv siji yang emang beda dan kemudian beredar video tentang usulan lockdown-lockdownan yang menjadi viral karena sibuk memaki-maki pemerintah. Untuk menjaring iba, dia kemudian sibuk memasang berita di medsos ketika kabarnya dia terpapar dan menjadi positif Karonah, yang ternyata belakangan hanya karena bengek akibat merokok yang sudah lama.

Adalah akun Twitter @digeeembok yang huruf e-nya emang tiga membongkar boroknya ternyata doi masih terhubung dengan kelompok dari tetangga sebelah. Walaupun mengaku dokter, tetapi sudah nga lagi berpraktek karena beralih jalur dengan banting setir menjadi pengusaha. Ketika beredar photo-photo yang kalau dia ternyata pengagum dan bekerja untuk sang mantan cawapres Sandiaga dan juga ada cuitan dengan sang mualaf pengasong khilafah. Pantas kalau selalu menyerang kebijakan pemerintah dan menyanjung-nyanjung wan Abud yang sedang mempersiapkan jumlah target pasien 6000 orang sesuai dengan prediksinya.

Lama kelamaan sikap arogannya datang dan menantang siapa saja yang menurutnya merintangi jalan untuk mencari panggung. Bersama dengan genk kelompoknya @cipengclan dia memerintahkan untuk menyerang akun-akun yang dianggap buzzer pro pemerintah, akun yang bukan tipe mencari untung. Ketika berhadapan dengan @digeeembok habis dia dikuliti satu persatu, diiris tipis-tipis, akun bisnisnya dihack sampai terkatung-katung. Ketika El Diablo memberikan cuitan tentang selentingan kemungkinan adanya terjadi perselingkuhan di luar rumah, disitulah si babang langsung menyerah dan membuka kolorna untuk digantung.

Dan juga tentang seorang dokter perempuan lain yang juga sudah tidak buka praktek, masih sibuk dengan usulan lokdon-lokdonan. Walaupun sudah dibuka boroknya oleh alumni se almamater, tampaknya masih bebal karena sepertinya dia sudah tidak punya kemaluan. Segala macam pendidikan tinggi selangit mesra hingga ke negeri salju di Scandinavia yang diklaimnya ternyata hanyalah bohong-bohongan. Ketika seseorang sudah berbohong tentang latar belakang pendidikan supaya dianggap terhormat, terserah deh mau ngomong apa, anggap saja komat kamit seperti pantat ayam jantan.

Sementara si abang awak yang tersayang yang sudah diunfollow sejenak karena terlalu berisik, masih juga ribut tentang hal yang sama. Ketika si abang masih juga terikat dengan partai koalisi rasa oposisi yang menaunginya, sepertinya segala macam opini yang keluar menjadi bias dan sulit untuk ditelaah. Karena masih tidak juga bisa membedakan antara prosedur lockdown dengan yang namanya semi karantina. Yah.. nantilah ya bang awak follow lagi kalau sudah adem dan semoga si abang mendapatkan hidayah.

Sekali lagi, sangat sulit untuk menentukan metode mana yang efektif untuk digunakan dalam menghadapi wabah kali ini. Model lockdown alias karantina total ternyata juga tidak mempan untuk mengurangi angka kematian di Italy. Di Jepang tanpa adanya pembatasan total, angka kesakitan bisa terus ditekan karena penduduknya yang memang taat aturan pemerintah dan mengikuti. Sedang di India terjadi chaos yang tidak bisa dihindari di kalangan rakyat miskin akibat peraturan penutupan negara tanpa persiapan yang matang selama 21 hari.

Angka penderita di Amerika juga semakin bertambah dan di New York gubernurnya sudah menyesali atas peraturan yang kemarin dikeluarkan untuk mengunci diri. Sehingga jalan satu-satunya adalah mengendalikan dan mengkarantina diri sendiri selama memungkinkan dan mematuhi ajakan pemerintah di masing-masing negeri. Tetapi sangat berbeda dengan orang-orang di tanah air di mana banyak sekali orang yang degil yang katanya tidak takut mati. Sedikit heran, ketika sekarang dilarang malah banyak yang mengaku rindu mesjid padahal ketika suasana aman tentram lebih senang pamer sholat di jalanan yang pasti banyak kotoran dan tai.

Tabik.

B. Uster Kadrisson