Berita tentang akan dibangunnya sebuah kolam renang di kediaman resmi gubernuran Jawa Barat sedang riuh rendah menuai polemik. Gedung Pakuan yang merupakan rumah dinas Kang Emil, sudah berusia hampir dua ratus tahun dan masih terlihat ciamik. Biaya perawatan bangunan tua biasanya lebih mahal dari pada gedung yang baru karena tergolong sebagai barang antik. Tidak bisa dilap dengan pembersih yang umum begitu saja, harus disesuaikan dengan material yang ada untuk menjaga keawetan, supaya bisa tetap bertahan dan makin cantik.
Gedung Pakuan yang berlokasi di jalan Cicendo, Bandung berdiri di atas tanah seluas 2,3 hektar dan memperkerjakan seratus orang sebagai caretaker. Di sana ada berdiri sebuah mesjid yang cukup besar yang bisa dipakai untuk Jum’atan oleh masyarakat yang ada di sekitar. Ada lapangan tennis serta bola basket dan ada juga perlengkapan fitness untuk membuat badan segar. Apakah orang-orang berpikir kalau semua fasilitas ini hanya untuk kepentingan gubernur pribadi, lah.. gubernur yang baru lewat sepertinya tidak pernah menggunakannya, kelihatan dari badannya yang lebar.
Saya rasa fasilitas ini juga boleh digunakan oleh pegawai yang bekerja di sana, mungkin juga sekali-sekali bersama dengan keluarga dengan ijin dari yang mengelola. Rasanya tidak mungkin kalau sang gubernur harus main bola basket atau berlarian bolak balik di lapangan tennis, sendirian saja. Apalagi kalau bisa untuk diadakan opening house misalnya sekali sebulan dengan mengundang secara terbatas dan bergiliran para warga. Alangkah senangnya bersama-sama dengan gubernurnya bisa menikmati fasilitas, berolah raga dan bergembira.
Sehingga ide untuk membuat kolam renang di atas kawasan ini, bagi saya rasanya biasa-biasa saja. Apakah karena terdengar memberikan kesan yang mewah sehingga banyak yang menentang atas pengeluaran biaya. Padahal dana untuk membuat lapangan tennis yang bermutu kelas satu sepertinya ongkos pembuatan dan perawatan jatuhnya akan sama. Berbeda dengan yang di Jekardah, sudah membuang secara mubazir puluhan milyaran rupiah hanya untuk bongkar pasang jalur sepeda.
Alasan cedera kaki yang membuat Kang Emil mencari olahraga alternatif seperti berenang, rasanya juga tidak salah. Dengan pekerjaan nonstop yang membuat dia harus selalu fit dan tampak segar, supaya bisa dengan baik mengurus rakyatnya. Saya pernah menderita cedera lutut yang untuk naik tangga saja rasanya sangat sakit dan susah. Sehingga dokter memang menganjurkan olah raga berenang, selain untuk kebugaran juga merupakan sebagai bagian dari therapynya.
Lalu muncullah berbagai komentar dan katanya juga ada mantan wartawan majalah T yang menuliskan sebuah surat terbuka. Rata-rata mengecam karena menghabiskan dana, karena memang pembangunan tersebut rencananya akan dibebankan ke dalam anggaran daerah. Sebagian dari mereka mengatakan tidak elok pamer hanya untuk mengangkat citra, karena masih banyak rakyatnya yang menderita. Padahal dibandingkan dengan dana yang diboroskan oleh wan Abud, ini mah.. sepertinya cuma seujung jari saja.
Ada juga yang mengusulkan, kalau Kang Emil ingin berenang kenapa tidak pergi saja menumpang di hotel terdekat atau klub yang ada. Saya rasa akan banyak keribetan yang akan terjadi gara-gara urusan protokoler dan membuat tidak nyaman, karena bagaimanapun si Akang bukan orang biasa. Toh, pembangunan ini bukan untuk di kediaman pribadi, selain itu nanti juga bisa digunakan oleh pegawai yang lainnya. Kalau saya sih, dari dulu sudah berangan-angan untuk punya kolam renang yang langsung menyambung dengan kamar tidur, supaya tidak repot-repot untuk pake celana.
Yah.. sudahlah, kalau orang-orang masih ribut dengan jumlah dana yang tidak seberapa, saya ada sedikit usul untuk Kang Emil. Ada alat indoor swimming pool machine yang juga dipakai oleh Michael Pelps untuk berlatih, tapi harganya juga masih agak mahal, hampir sekitar setengah mil. Mesin yang berada dibagian depan akan membuat aliran air berputar dan mengalir dengan cepat, seperti serasa sedang berenang di sungai kecil. Ah.. kok saya jadi teringat saat masih bocah dulu ketika mengikuti abang pergi berenang di sungai, celana hilang dibawa arus dan harus pulang ke rumah dengan telanjang serta sibuk menutupi sesuatu yang gondal gandil.
Tabik.
B. Uster Kadrisson
Pergi berenang
Pulang telanjang