Pemerintah telah mengeluarkan keputusan yang mengatur tentang penilaian kinerja semua pegawai negeri. Langkah ini diambil untuk meningkatkan produktifitas kerja sesuai dengan rencana negara untuk tinggal landas dan terbang lebih tinggi. Sudah hal yang sangat jamak untuk diketahui kalau rata-rata pegawai negeri sipil bekerja dibawah standard profesi. Tingkat kemalasan yang melebihi rata-rata serta usaha untuk mencari sampingan dan apalagi kalau bukan korupsi.
Sejak dari saya kecil almarhum ayah selalu berpesan untuk supaya tidak menjadi bagian dari sistem pekerja di pemerintah yang saat itu sangat jauh dari perilaku terpuji. Yang beliau hindari adalah budaya korupsi yang saat itu sangat menggila, bukan cuma masalah kecilnya uang gaji. Beliau dengan susah payah memberi kami makan dari usaha yang halal supaya kelak menjadi orang yang berbudi. Walaupun nanti satu adik saya sempat menjadi PNS saat perusahaannya bergabung dengan BUMN dibawah kendali departemen telekomunikasi.
Dengan peraturan yang baru, diambil langkah-langkah untuk meregulasi tentang kinerja dan kredibilitas PNS yang akan semakin diperketat. Sudah tidak akan bisa lagi bermain curang yang seperti biasanya rajin mengentit anggaran dan menyunat. Apalagi sekarang sistem jenjang kenaikan posisi berdasarkan sistem punishment and reward. Yang biasanya malas dan tukang bolos, alamat bisa dipecat dan bakal jatuh melarat.
Duo Jokowi-BTP telah menerapkan sistem tersebut saat dulu mereka memimpin di DKI. Masih terus berlanjut saat digantikan oleh BTP dan Djarot yang mengisi kekosongan kursi. Terus terang banyak sekali jajaran pegawai pemerintahan daerah yang dendam dan sangat membenci. Karena sistem anggaran yang terkoneksi dengan KPK dibuat sesimple mungkin tapi tidak bisa diutak-atik dan sudah terkunci.
Tidak heran akibat sistem yang ingin dikembangkan ke seluruh negeri membuat suara dari PNS berpindah dengan drastis dan masif ke pihak kubu sebelah. Tempat dimana bergabung para pecundang, mantan koruptor dan orang-orang serakah. Berharap kalau sang junjungan juragan berkuda menang, mereka bisa kembali lagi untuk berpesta pora. Menghabiskan uang rakyat dan menimbun harta untuk kroni dan keluarga serta berfoya foya.
Mental pegawai negeri memang sama saja di mana-mana, tidak hanya terjadi di Indonesia. Tingkat produktifitas mereka termasuk rendah jika dibandingkan dengan karyawan swasta. Saat di Jeddah, antrian ratusan orang di imigrasi tertunda selama puluhan jam lamanya. Tapi apalah mau dikata, kita berada di rumah orang dan cuma bisa gondok melihat mereka mengobrol dengan teman-temannya dan asyik bercanda.
Di Amerika juga sama saja, kerjanya lelet dan mengikuti irama yang dibikin semaunya. Bukannya saya rasis, terutama kaum kulit hitam yang bisa memakan waktu dua kali lipat daripada yang diperlukan oleh seorang pegawai dari benua Asia. Karena kebanyakan mereka mengharapkan jam lembur yang akan dibayar dobel dari gaji yang semestinya. Sehingga pernah ada skandal baru-baru ini tentang seorang pengawas kereta yang mendapat gaji lemburan yang jumlahnya milyaran rupiah.
Tapi beruntung kalau di Amerika, urusan apa saja sekarang bisa dilayani lewat online sehingga kita tidak perlu bersua. Sehingga nga perlu ngedumel panjang lebar kalau melihat dengan mata kepala sendiri cara mereka bekerja. Bekerja sebagai pegawai negeri bukanlah pilihan utama karena gajinya standard saja cuma memberikan kenyamanan karena semua bentuk pekerjaan mereka dilindungi oleh negara. Sehingga pelecehan dan kejahatan terhadap mereka saat melaksanakan tugas bisa termasuk kedalam kasus pidana.
Yang saya salut semua bentuk pekerjaan dihargai tinggi lebih dari pada yang biasa. Siapa yang mau percaya kalau librarian, statistician dan astronomer termasuk dalam 10 besar pekerjaan yang didamba. Kalau masalah gajinya tidak ada sesuatu yang istimewa dan bukan sebuah pekerjaan yang diharapkan memberikan pensiun di hari tua. Karena sistem social security yang diterapkan untuk semua warga negara jadi semua orang akan mendapatkan pensiun jika mereka sudah memasuki usia senja.
Yang herannya dengan PNS di Indonesia loyalitas mereka sangat dipertanyakan. Bekerja di pemerintahan tapi kerjanya ngedumelin dan mencari maki pemimpinnya karena sudah tidak bisa lagi untuk main anggaran. Ibarat orang yang tidak berakal yang berak dan kencing di tempayan tempat makan.Tapi giliran ada pembagian THR dan gaji ke 13, berebutan berdiri paling depan.
Tabik.
B.Uster Kadrisson